Hari ini 1 Mei 2011 bertepatan dengan Perayaan Pesta Kerahiman Ilahi, Bapa Paus Johanes Paulus II akan diberikan gelar Beatus karena kekudusannya.
Gereja Katolik memang mengenal proses beatifikasi pada orang- orang tertentu yang sudah meninggal dunia, yang selama hidupnya menjadi teladan kekudusan bagi umat beriman. Proses ini dimulai dari permintaan Gereja setempat, yang umumnya berkaitan dengan banyaknya mujizat yang terjadi atas perantaraan/ permohonan orang kudus tersebut kepada Tuhan. Maksudnya tentu agar umat beriman dapat terinspirasi dan terdorong untuk meniru teladan hidup kekudusannya. Proses beatifikasi ini sendiri tidak mudah, dan pihak otoritas Gereja akan memeriksa dengan seksama, kehidupan orang tersebut, baik dari teladan hidupnya maupun keotentikan mujizat- mujizat Tuhan yang terjadi atas perantaraan doa syafaatnya. proses itu sendiri dibentuk tim Yang akan memeriksa, yang terdiri dari para penyelidik yang pro dan kontra terhadap orang yang sedang dibeatifikasi, dan dengan demikian pemeriksaan dapat berjalan dengan obyektif, sampai ditemukannya bukti- bukti yang mendukung ataupun menghentikan proses beatifikasi tersebut.
Maka jika kita mendengar bahwa proses beatifikasi dimulai pada seseorang, tidak perlu kita merasa kuatir, sebab Tuhan sendiri akan menunjukkan buktinya, apakah seseorang itu layak dinyatakan sebagai orang kudus yaitu Santo/ santa; mengingat bahwa proses tersebut mensyaratkan mujizat- mujizat yang hanya mungkin terjadi dengan campur tangan Tuhan sendiri. Dan mujizat- mujizat [dengan perantaraan doa orang tersebut] harus terjadi tidak saja sebelum orang itu wafat, namun terlebih lagi setelah ia wafat; karena itu menunjukkan bahwa saat itu orang tersebut telah dibenarkan Tuhan dan mencapai persatuan sempurna dengan Dia, sehingga besarlah kuasa doanya (lih. Yak 5:16).
Tentang mujizat- mujizat yang terjadi atas doa syafaat Paus Yohanes Paulus II semasa hidupnya telah banyak dicatat, dan demikian beberapa contohnya yang kami sarikan dari artikel Miraculous Healings attributed to John Paul II, dikutip dari majalah Love one Another, number 5, by the Society of Christ, Sterling Heights, Michigan USA, 2005, p. 12-13:
1. Kesembuhan Kardinal Marchisano, pembantu Paus Yohanes Paulus II, dan rektor basilika St. Petrus: Pada tahun 2000 ia mengalami kesalahan operasi arteri lehernya, yang menyebabkan pita suara kanannya rusak, sehingga ia sangat sulit untuk berbicara, dan suaranya tidak dapat terdengar dan tak dapat dimengerti. Pada saat Paus Yohanes mengunjunginya, dan meletakkan tangannya pada tenggorokannya itu, ia berdoa, dan mengatakan, “Jangan takut, lihatlah, Tuhan akan memberikan suaramu itu kembali kepadamu.” Seketika itu juga Kardinal Marchisano mengalami kesembuhan total.
2. Kesembuhan Victoria Szechinskis: Victoria lahir pada tahun 1982 dan didiagnosa mempunyai tumor yang mematikan di dadanya. Keluarga Szechinskis hidup di Toronto Kanada. Pada tahun 1985 dalam audiensi dengan Bapa Paus di Roma, ibunya Danuta, membawa Victoria untuk bertemu dengan Bapa Paus dan didoakan olehnya. Bapa Paus menghampiri mereka dan menggendong Victoria, sambil berkata kepada ibunya, “Berdoalah dan percayalah kepada Tuhan. Jika Tuhan memutuskan agar Victoria harus kembali kepada-Nya, Ia akan mengambil Victoria bagi-Nya. Jika Ia menghendaki Victoria untuk tetap bersamamu, itu yang akan terjadi. Perlakukanlah Victoria sama seperti engkau memperlakukan anak- anakmu yang lain. Itulah yang dikehendaki Tuhan.” Sekembalinya ke Kanada, Victoria merasakan sakit yang sangat sehingga dilarikan ke Rumah Sakit. Keluarga memperkirakan ia akan segera meninggal, sehingga akhirnya ia dibawa pulang ke rumah. Namun kemudian di rumah, mujizat terjadi, kondisinya membaik. Kemudian aneka test dilakukan, dan hasilnya menunjukkan bahwa tumor itu telah lenyap. Victoria bertumbuh normal, dan pada saat artikel dituliskan, ia berumur 22 tahun, sehat, senang berolah raga dan mendaki gunung.
3. Paus Yohanes Paulus II meletakkan tangannya atas kepala seorang anak perempuan yang buta, dalam kunjungannya ke Puerto Rico, Oktober 1984. Sekembalinya ke rumah, anak itu dapat melihat.
4. Pada saat audiensi umum pada tanggal 14 Maret 1979, Paus Yohanes Paulus II mencium Kay Kelly, seorang penderita kanker, yang hidup di Liverpool. Beberapa bulan kemudian kanker itu hilang semuanya.
5. Di bulan November 1980, pada saat gempa terjadi di Italia, Emilio Cocconi, 16 tahun, terkubur hidup- hidup. Walaupun kemudian ia dapat diselamatkan, namun kaki kirinya tidak dapat berfungsi. Paus bertemu dengannya pada saat Paus mengunjungi daerah gempa tersebut dan menghiburnya. Empat tahun kemudian (1984) Emilio bertemu kembali dengan Paus pada saat audiensi di Roma. Paus memberkatinya, dan mengatakan, “Tuhan yang Mahabaik akan menolongmu.” Empat minggu kemudian, anak muda itu sembuh.
6. Pada tahun 1981, dalam kunjungannya ke Manila, Filipina, Paus mendoakan dan meletakkan tangannya atas seorang biarawati, Madre Vangie, 51 tahun yang tubuhnya cacat dan harus bergantung kepada kursi roda. Beberapa menit kemudian, suster tersebut dapat berdiri tegak, sembuh sepenuhnya, dan meninggalkan kursi rodanya.
7. Di bulan Januari 1980 di Castel Gondolfo, Paus bertemu dengan Stefani Mosca, seorang anak perempuan berumur 10 tahun yang cacat tubuh. Paus menghibur dan menciumnya. Beberapa waktu kemudian ia sembuh.
8. Pada tahun 1990, Paus Yohanes Paulus II memberkati dan mencium Helano Mireles, seorang bocah Meksiko yang berusia 4 tahun, yang menderita leukemia. Penyakitnya hilang seketika setelah Paus memberkatinya. Hal ini disaksikan oleh Kardinal Javier Lozano Berragan, yang kemudian memberikan kesaksian atas mujizat kesembuhan ini.
Di samping mujizat- mujizat ini, kita mengingat bahwa semasa hidupnya, Paus Yohanes Paulus II sangat dihormati, justru karena kesederhanaannya dan ketulusan kasih yang ditunjukkannya, sehingga melalui dia, orang dapat mengalami kasih Kristus. Tak mengherankan, bahwa pada saat pemakamannya, jumlah peziarah yang hadir mencapai sekitar 4 juta orang. Beritanya dicatat oleh sekitar 6000 jurnalis; acaranya dihadiri oleh 180 pemimpin negara dan diliput oleh 137 stasiun televisi dari 81 negara. Para komentator setuju bahwa acara ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah manusia.
Paus Yohanes Paulus II adalah seorang pendoa dan seorang mystic, sehingga Kristus dapat bertindak melalui dia dan menyatakan kasih-Nya. Paus sangat menghormati setiap orang dan menuntut agar hak dasar terhadap kemerdekaan suara hati dihormati, demikian juga hak untuk hidup dari saat konsepsi sampai kematian yang wajar. Paus tidak pernah berbicara buruk tentang orang lain dan memperlakukan orang lain dengan kebencian. Pada saat yang sama, Ia mewartakan Kebenaran Wahyu tanpa takut…. dengan keberanian yang besar ia mewartakan kebenaran- kebenaran Iman walaupun hal- hal itu tidak nyaman/ tidak populer di telinga para pendengarnya. Ia berjalan menerjang arus, tanpa berkompromi dan tanpa menjadikan kebenaran- kebenaran Tuhan sebagai sesuatu yang relatif…. Pesannya yang terkenal sepanjang pontifikatnya adalah: “Jangan takut untuk membuka pintu hatimu untuk Kristus! Jangan takut untuk memohon kepada Kristus setiap hari, “Tuhan, aku ingin menjadi kudus, yaitu untuk mengatakan, seperti yang Kauingini terjadi atasku.” Jangan takut untuk mengikuti Kristus setiap hari, dan untuk melaksanakan Injil dan perintah- perintah-Nya. Jangan takut untuk memasrahkan dirimu sepenuhnya kepada Kristus….” (lihat artikel He Changed the Course of World History, majalah Love One Another, vol 5, 2005, p. 4-8).
Penyebab Orang Kudus pada kenyataannya menyatakan setuju atas mukjizat yang dikaitkan dengan perantaraan Paus Wojtyla - kesembuhan seorang biarawati Perancis dari penyakit Parkinson - dan dokumentasi dalam beberapa hari terakhir ini juga telah lulus pemeriksaan para teolog.
Sebelum dokumen itu sampai di meja Paus Benediktus XVI, sekarang tinggal menunggu saja lampu hijau dari para kardinal dan uskup anggota Kongregasi, yang baru saja menerima dokumen mengenai mukjizat itu.
Masih dalam ingatan kita, dekret tentang kesucian Karol Wojtyla, yang secara efektif menandai akhir dari proses itu, diumumkan secara resmi oleh Paus Ratzinger, tanggal 19 Desember 2009, setelah suara bulat dukungan para kardinal dan uskup.
Postulator dari penyebab beatifikasi, Monsignor Slawomir Oder, telah mengajukan dugaan mukjizat kepada Kongregasi, salah satu dari banyaknya laporan rahmat yang diterima melalui perantaraan Yohanes Paulus II, dikumpulkan setelah kematiannya. Hal ini menyangkut mukjizat kesembuhan Suster Marie Simon-Pierre, seorang biarawati Perancis berusia 44 tahun, yang menderita suatu bentuk agresif penyakit Parkinson.
Penyakit yang memaksanya untuk meninggalkan pelayanannya di bangsal sebuah rumah sakit bersalin di Arles, dan yang secara misterius langsung menghilang setelah para suster-suster lainnya, pada bulan Juni 2005, datang kepada Yohanes Paulus II yang baru saja meninggal, untuk memohon rahmat mukjizat kesembuhan.
Setelah melalui penyelidikan pertama dan kedua yang belum lagi menyetujui mukjizat itu, Kongregasi bagi Penyebab Orang Kudus juga mempercayai sebuah penelitian ahli ketiga kalinya untuk menyelidiki kasus ini dan menghapus semua keraguan. Jika tidak, mereka akan meneliti kembali sebuah dugaan mukjizat lainnya.
Sekarang, setelah penelitian-penelitian yang memakan waktu yang diperlukan, pendapat dari konsultasi medis telah menyetujui. Tak seorang pun, dalam diskusi dan suara yang telah diambil dalam proses tersebut, pernah menyatakan keraguan tentang kesucian pribadi Yohanes Paulus II.
Dishare dari Catatan Facebook Maya Gampamole
Sumber: katolisitas.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar